Header Ads

Artikel Terbaru :
Loading...

Fiqih Thaharah - Yang Membatalkan Wudhu


بـــــــسم الله الــــــرحمن الـــــــرحيم

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَ يُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ 

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri(QS Al Baqarah : 222)

Wudhu merupakan rangkaian ibadah yang menjadi bagian dari ibadah shalat seorang mukmin. Dan menyempurnakan wudhu adalah bagian dari sunnah agama ini. Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu dalam istilah fiqih disebut Nawaqidul Wudhu

Berikut ini adalah beberapa hal yang membatalkan wudhu yang disepakati oleh jumhur ulama, yang disandarkan pada dalil-dalil yang ada

A. Keluar Sesuatu dari Dua Jalan

Jika sesuatu keluar baik itu dari qubul (lubang kemaluan) ataupun dubur (anus), baik berupa air seni, kotoran, buang angin, mani, maupun madzi, maka harus dicuci kemudian berwudhu. Khusus untuk mani, jumhur ulama sepakat bahwa seseorang yang keluar mani maka ia harus mandi.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al Quran yang menyebutkan perkara yang mengharuskan wudhu (bila seseorang hendak mengerjakan shalat):

 أَوْ جآءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغآئِطِ 

Atau salah seorang dari kalian kembali dari buang air besar…(QS. Al Maidah: 6)

Rasulullah shollallahu 'alayhi wa sallam bersabda,

لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ، إِذَا أَحْدَثَ، حَتَّى يَتَوَضَّأَ 

Allah tidak menerima shalat salah seorang dari kalian jika ia berhadats sampai ia berwudhu.(HR. Bukhari no. 135)

Mengenai buang angin atau merasa ada angin yang keluar dari dubur, maka ia harus berwudhu. Hal ini berdasarkan sebuah riwayat,

Dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al-Mazini radhiallahu ‘anhu berkata: “Diadukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seseorang yang menyangka dirinya kentut ketika ia sedang mengerjakan shalat. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا

“Jangan ia berpaling (membatalkan shalatnya) sampai ia mendengar bunyi kentut (angin) tersebut atau mencium baunya.” (HR. Al-Bukhari no. 137 dan Muslim no. 361)

Mengenai madzi, berdasarakan riwayat dari Ali ibn Abi Thalib rodhiyallahu 'anhu ketika ia meminta Miqdad ibnul Aswad rodhiyallahu ‘anhu untuk menanyakannya perihal keluarnya madzi kepada Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shollallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab:

 يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ

Hendaklah ia mencuci kemaluannya dan berwudhu.” (HR. Al-Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303) 

B. Tidur Nyenyak

Dalam hal ini dikatakan tidur nyenyak apabila ia tidak menyadari apakah ia telah berhadats ataupun tidak. Hilangnya kesadaran hingga jika walaupun posisi tidur nya duduk ataupun bersandar jika ia tetap sadar dan yakin bahwa ia tidak berhadats maka ia tidak harus berwudhu.

Rasulullah shollallahu 'alayhi wa sallam bersabda,

فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ 

Barangsiapa yang tidur maka berwudhulah.” (HR. Abu Dawud)

C. Jima' atau Senggama


Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

 إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا، فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ 

Apabila seorang suami telah duduk di antara empat cabang istrinya kemudian dia bersungguh-sungguh padanya (menggauli istrinya), maka sungguh telah wajib baginya untuk mandi (janabah).” (HR. Al-Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348) 

Dalam riwayat Muslim ada tambahan:

 وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ 

Sekalipun ia tidak keluar mani.

Dari hadits di atas kita pahami bila jima‘ (senggama) sekalipun tidak sampai keluar mani menyebabkan seseorang harus mandi, sehingga jima‘ perkara yang membatalkan wudhu.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.