Fiqih Puasa - Niat Puasa Sesuai Sunnah

بـــــــسم الله الـــــــرحمن الـــــــــرحيم

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)

Sesungguhnya seluruh amalan itu berdasarkan pada niat. Dalam hal ini niat adalah keinginan menjalan sesuatu amalan ataupun ibadah.

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ 

 “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (Muttafaqun ‘alaih).

A. Niat dalam Hati

Niat itu cukup di dalam hati dan tidak disyaratkan untuk dilafadzkan dengan lisan. Hal ini seperti dikatakan Imam An-Nawawi: 

...النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا يكفي فيها نطق اللسان مع غفلة القلب ولا يشترط 

“Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak cukup dengan ucapan lisan sementara hatinya tidak sadar. Dan tidak disyaratkan dilafalkan,…” (Raudhah at-Thalibin, 1:84)

Dalam buku yang sama, Imam An- Nawawi mengatakan,

لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف 

"Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhah at-Thalibin, 1:268) 

Hal yang serupa dikatakan oleh Muhammad Al Khisni,

لا يصح الصوم إلا بالنية للخبر، ومحلها القلب، ولا يشترط النطق بها بلا خلاف

“Puasa tidaklah sah kecuali dengan niat karena ada hadits yang mengharuskan hal ini. Letak niat adalah di dalam hati dan tidak disyaratkan dilafazhkan.”(Kifayatul Akhyar, hal. 248).

B. Niat Puasa

Beberapa dalil sebagai acuan bagi kita yang menjelaskan kepada kita tentang tata cara berniat untuk berpuasa yakni:

1. Niat puasa pada malam hari / sebelum shubuh

Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يُجِيْعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ 

 “Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya” (HR Abu Dawud 2454, Ibnu Majah 1933, Al-Baihaqi 4/202)

 Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامُ مِنَ اللَّيْلِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ 

“Barangsiapa tidak niat untuk melakukan puasa pada malam harinya, maka tidak ada puasa baginya” (An-Nasa’i 4/196, Al-Baihaqi 4/202)

Niat puasa pada malam hari atau sebelum shubuh dikhususkan pada puasa wajib yakni puasa Ramadhan. Sedangkan untuk puasa sunnah dapat diniatkan pada pagi hari atau sebelum zhuhur, berdasarkan hadits nabi shallallahu 'alayhi wa sallam,

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ عَلَىَّ قَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ طَعَامٌ ». فَإِذَا قُلْنَا لاَ قَالَ « إِنِّى صَائِمٌ » 

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, 'Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menemuiku lalu ia berkata, "Apakah kalian memiliki makanan?" Jika kami jawab tidak, maka beliau berkata, “Kalau begitu aku puasa."' (HR. Muslim no. 1154 dan Abu Daud no. 2455)

2. Niat satu kali di awal bulan / di setiap malam

Dua pendapat berbeda tentang apakah niat shaum wajib yang berulang setiap malam ataukah hanya di lakukan di awal bulan. Yang beranggapan bahwa hari-hari dalam satu bulan itu berdiri sendiri mengatakan bahwa niat shaum adalah setiap malam (Al Fiqhul Manhaji, hal 340-341). Sedangkan pendapat lain yakni bahwa niat cukup pada awal bulan saja. Sehingga jika terlupa seseorang dapat meneruskan puasanya.

Wallahu a'lam